Bantul, Tuturpedia.com — Makam Raja-Raja Imogiri di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi salah satu destinasi ziarah sejarah yang sarat nilai budaya Jawa. Lokasinya berada di Dusun Pajimatan, Kalurahan Girirejo, Imogiri, dan berdiri sejak 1632 Masehi oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma, raja Mataram Islam yang sangat dihormati.
Kompleks makam ini merupakan tempat peristirahatan terakhir para raja dari Dinasti Mataram Islam, termasuk raja-raja Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Tak heran, kawasan ini tak hanya dikunjungi wisatawan, tetapi juga peziarah yang ingin belajar tentang sejarah dan budaya Jawa.
Struktur Makam dan Denah Kawasan
Makam Imogiri terbagi dalam delapan astana atau kedhaton dengan penataan yang sarat filosofi. Pusatnya adalah Kedhaton Sultan Agungan, tempat dimakamkannya Sultan Agung dan Amangkurat I. Di sayap timur, berdiri kedhaton milik raja-raja Yogyakarta, seperti Suwargan, Besiyaran, hingga Saptarenggo. Sementara itu, kedhaton raja-raja Surakarta berada di sisi barat, seperti Kasuwargan, Astana Luhur, hingga Girimulyo.
Penempatan ini bukan tanpa makna. Filosofi budaya Jawa menyebutkan bahwa timur melambangkan yang lebih tua, sementara barat melambangkan yang lebih muda. Karena itu, makam Sultan Agung ditempatkan di tengah sebagai simbol kedudukan tertinggi dalam dinasti.
Untuk mencapai area ini, pengunjung harus menaiki ratusan anak tangga. Di jalur menuju kawasan utama, terdapat masjid kuno peninggalan Sultan Agung yang menjadi salah satu spot bersejarah sebelum masuk gerbang makam.
Jadwal Kunjungan Terbatas
Tidak seperti tempat wisata pada umumnya, Makam Raja-Raja Imogiri memiliki jam kunjungan yang ketat. Kompleks hanya dibuka tiga hari dalam sepekan:
– Senin: 10.00–13.00 WIB
– Jumat: 13.00–16.00 WIB
– Minggu: 10.00–13.00 WIB
Selain itu, pada bulan Ramadhan makam ditutup total selama satu bulan penuh. Hal ini dilakukan untuk menjaga kekhidmatan kawasan serta menghormati tradisi keagamaan.
Tata Krama & Busana Wajib Pengunjung
Karena merupakan kawasan suci dan bersejarah, pengunjung wajib mengikuti aturan adat. Wisatawan diwajibkan memakai busana adat khusus jika hendak masuk ke area inti makam.
Untuk pria, diwajibkan mengenakan busana pranakan berupa atasan biru tua atau hitam, kain nyamping batik Jogja, serta penutup kepala khas. Sementara perempuan wajib mengenakan busana semekan, yaitu kain batik yang dililitkan menutupi tubuh bagian atas.
Pengelola mengingatkan agar pengunjung menjaga sikap dan menyesuaikan etika. “Pengunjung diharapkan berpakaian rapi dan sopan, menjaga keamanan barang pribadi, serta menghormati kekhusyukan peziarah lain,” demikian imbauan yang berlaku di kawasan tersebut.
Larangan Saat Berkunjung
Beberapa aktivitas dilarang dilakukan di area makam, antara lain:
– Membawa atau memutar radio dan alat musik
– Berjualan di area makam
– Menggunakan alas kaki di area tertentu
– Mengoperasikan alat komunikasi yang berpotensi mengganggu
– Merusak bangunan atau membuat kegaduhan
Larangan tersebut diberlakukan demi menjaga kesakralan kawasan yang menjadi situs budaya penting bagi masyarakat Jawa.















