Kebumen, Tuturpedia.com – Siapa sangka, dari sebuah kampung kecil di Desa Kembaran, Kecamatan Kebumen, lahir karya batik istimewa yang kini dikenal hingga mancanegara. Batik Pegon, buatan para penyandang disabilitas yang dibina oleh Rumah Inklusif Kebumen, berhasil menembus pasar internasional. Karya mereka telah tampil di berbagai event, termasuk di Turki dan Singapura.
Kabar membanggakan ini mendapat perhatian dan dukungan langsung dari Nawal Arafah Yasin, Ketua Dekranasda Jawa Tengah sekaligus Bunda Forum Anak Nasional Jateng. Dalam kunjungannya ke Rumah Inklusif pada Selasa (16/9/2025), Nawal tak hanya melihat-lihat, tapi juga memborong produk batik bermotif aksara pegon dan simbol-simbol kearifan lokal yang sarat makna.
Bukan tanpa alasan. Menurut Nawal, Rumah Inklusif bukan sekadar tempat pelatihan, tetapi juga rumah kedua bagi anak-anak difabel untuk bertumbuh, belajar, dan berkarya. Sejak berdiri pada 2009, tempat ini telah aktif mendampingi ratusan penyandang disabilitas melalui pendidikan, seni, dan keterampilan wirausaha—termasuk membatik.
“Di sini, anak-anak bukan hanya diajari membatik, tapi juga diberi ruang untuk menyampaikan pesan lewat kain yang mereka buat. Salah satunya Batik Pegon yang memiliki pesan kuat soal anti-bullying,” ujar Nawal usai menyaksikan proses produksi batik di Rumah Inklusif.
Yang membuat batik ini unik bukan hanya motifnya yang menggunakan aksara pegon atau aksara Arab-Jawa, tapi juga pesan sosial yang diusung. Salah satu motif menggambarkan tangan terbuka dengan tulisan ‘anti-bullying’ di dalamnya—sebuah simbol harapan agar kekerasan dan perundungan bisa dihentikan sejak dari rumah.
Dalam kunjungan itu, Nawal juga menyaksikan peragaan busana yang melibatkan anak-anak difabel sebagai model. Mengenakan busana batik hasil karya sendiri, mereka tampil percaya diri di atas panggung sederhana, namun dengan semangat luar biasa. Suasana haru bercampur bangga pun tak terbendung.
Tak hanya menyapa dan memberi semangat, Nawal juga menggelar sesi bedah buku karyanya berjudul Pesantren Anti-Bullying dan Kekerasan Seksual. Ia berharap semangat inklusivitas dan perlindungan terhadap kelompok rentan juga tumbuh subur di kalangan difabel dan keluarga mereka.
“Dengan adanya jaringan seperti Difabel Zone dan pelatihan seperti ini, harapannya teman-teman difabel bisa punya usaha sendiri, bisa mandiri, dan tetap berkarya dengan percaya diri,” tutur istri Wakil Gubernur Jawa Tengah itu.
Sementara itu, Muinatul Khairiyah, yang akrab disapa Iin, sebagai penggagas sekaligus koordinator Rumah Inklusif, menyampaikan rasa syukurnya atas kunjungan tersebut. Ia menceritakan bagaimana tempat ini berdiri dari keresahan para orang tua yang ingin anak-anaknya tumbuh dengan martabat dan masa depan yang layak.
Menurut Iin, saat ini ada lebih dari 100 penyandang disabilitas yang dibina melalui berbagai program—mulai dari membatik, pelatihan seni, pertanian, hingga wirausaha kecil. Batik Pegon menjadi produk unggulan, dan kini sudah memiliki 16 motif yang terus berkembang. Produk ini telah dipamerkan di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya, bahkan menembus ajang internasional.
“Kami bangga, karena batik ini bukan sekadar kain. Ini adalah cerita, harapan, dan perjuangan anak-anak kami. Kami ingin masyarakat melihat mereka bukan dari keterbatasannya, tapi dari karya yang mereka hasilkan,” ujar Iin penuh semangat.
Ia menambahkan, dukungan dari tokoh seperti Nawal menjadi penyemangat tersendiri bagi komunitas Rumah Inklusif. Terlebih, semangat mereka bukan hanya untuk menjual produk, tapi juga menciptakan budaya inklusif, di mana setiap anak punya hak yang sama untuk berkembang.***
Penulis: Rizal Akbar || Editor: Permadani T.