Semarang, Tuturpedia.com – Badan Kepegawaian Pelatihan dan Pendidikan (BKPP) Kota Semarang menanggapi keluhan adanya non ASN yang masuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) ke dinas teknis di lingkunga Pemkot Semarang.
Sebelumnya, dinas teknis seperti Dinas Kebakaran (Damkar) dan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) terdapat temuan adanya sejumlah Non ASN Pemkot Semarang yang diterima menjadi PPPK, yang tidak sesuai atau tidak memiliki kopetensi.
Kepala BKPP Kota Semarang, Joko Hartono menyebut, sebanyak 4751 Non ASN yang masuk data base, jika dibagi dua, terdapat 2654 yang tenaga administratif dan 1858 tenaga yang sifatnya oprasional.
“Kenapa saya sebutkan tenaga teknis oprasional, disana ada oprator mesin, driver, ada operator alat berat, tenaga kebersihan, petugas listrik, yang sifatnya teknis oprasional. Sebenaranya konsep awal, tenaga teknis oprasional itu yang di buat Kemetrian PANRB, kawan – kawan yang ada di tenaga teknis oprasional itu mereka tidak diperkenankan mendaftar sebagai PPPK,” katanya saat ditemua awak media, Senin (13/1/2025).
Joko menjelaskan, di pemerintahan, gaji belanja pegawai dibatasi 30 persen. Sehingga, pekerjaan teknis oprasional bisa di serahkan kepada pihak ketiga atau tidak semua job karakter, jenis pekerjaan pemerintah itu di kerjakn oleh ASN.
“Kita melihat BUMN hari ini, petugas yang biasanya rempel – rempel pohon, yang suka naik ke atas tiang listrik, pakai mobilnya yang tulisannya PLN, itu bukan PLN. Kalo pemerintah modelnya seperti itu, berapa habis dana kita untuk gaji pegawai kita, nanti gaji masyarakat bagaimana ?,” bebernya.
Lebih lanjut, pekerjaannya yang teknis oprasional , idiealnya di kerjakan oleh penyedia jasa, bukan dikerjakan oleh ASN, ASN cukup mengerjakan yang sifatnya menegerial, bukan teknis oprasinal.
“Jadi, jangan kawatir pelayanan publik jangan berkurang, kawan – kawan dari dinas sudah sangat paham, hari ini kita harus berfikir kedepan, bagaimana layanan publik,itu pekerja – pekerjaan yang sifatnya job karakter, yang sifatnya jenis oprasional bisa kita arahkan kepada penyedia jasa. Kemudain, ASN pekerjaan yang sifatnya managerial,” ungkapya.
Dirinya mencontohkan, jika syarat pendafataran Damkar menyertakan sertifikat FF1, dinas lain juga harus ada sertifkat yang serupa. Sehingga dirinya menilai, hal tersebut menjadi tidak relevan.
“Seperti kasus di Damkar, jika saya buat syarat daftar di damkar harus punya sertifikat FF1, dan itu harus jabatan fungsional, kalo jabatan pelaksan di Damkar, kan jabatan pelaksan di Damkar, itu kami tambahkan sertifikat FF1,” katanya.
“Semua jabatan pelaksan di OPD lain, dinas apapun harusnya ada sertifikat FF1, fair ggak ? nanti kan ggak bisa daftar di tempat lain. Yang boleh membuka sertifikat adalah jabatan fugsional, kalo berdasarkan keahlian dan ketrampilan adalah jabatan fungsional, kalo namanya layanan oprator oprasional yang jabatan pelaksana tadi, kami tambahkan sertifikat FF1 di Damkar, nanti layanan oprasional di DPU harus pake FF1, di dinas pertamanan juga FF1, ggak relefan kan ?,” lanjutnya.
Dari data yang ada, Joko menyebut jika terdapat 199 PPPK dari internal, sehingga dirinya yakin, dari jumlah tersebut dapat menangani dan sisanya dari eksternal dapat diberikan pelatihan.
“Sementara di Damkar ini tidak banyak, di Damkar ada 216 non ASN, yang di terima dari eksternal itu hanya 17 orang, masih ada 199 yang masih ada disana, dan saya yakin 199 masih mengcover, dan nanti yang 17 itu bisa kita traning juga, agar dia bisa memiliki sertifikat serupa,” imbuhnya. ***
Penulis : Alan Henry Pambuko















