Tuturpedia.com – Setelah sempat menguat beberapa hari, rupiah kembali melemah di hari Selasa (27/8/2024) pagi sebesar 76 poin yang dipengaruhi oleh indeks Dolar Amerika Serikat (AS).
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap Dolar AS melemah 0,50 persen menjadi Rp15.515 per Dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.439 per Dolar AS.
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS sempat menguat di hari Senin (26/8/2024) kemarin, bahkan setelah polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) terjadi.
Pada Senin (26/8/2024) pagi, rupiah menguat sebesar 182 poin atau 1,17 persen menjadi Rp15.310 per Dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.492 per Dolar AS. Penguatan ini disinyalir terjadi karena DPR yang akhirnya memutuskan untuk membatalkan revisi Undang-Undang Pilkada.
Sehingga menghasilkan penguatan nilai tukar rupiah yang juga diikuti dengan kinerja dari aset keuangan yang menguat seperti dari obligasi dan saham. Sementara itu, jika dilihat dari faktor eksternal, penguatan rupiah di hari Senin pagi diketahui disebabkan oleh pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell dalam Simposium Jackson Hole pada hari Jumat (23/8/2024).
Ia menyatakan jika waktu The Fed untuk memotong suku bunga AS Fed Funds Rate (FFR) akan tiba dalam waktu dekat.
Sementara itu, di hari yang sama, rupiah kembali menguat pada sore hari. Di akhir perdagangan pada hari Senin (26/8/2024), rupiah kembali melesat dan ditutup dengan 53 poin atau 0,35 persen menjadi Rp15.439 per Dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.492 per Dolar AS.
Penguatan ini tentunya dipengaruhi oleh sentimen seputar kepastian The Federal Reserve yang berencana untuk menurunkan suku bunga dengan lever tertingginya selama 23 tahun, yaitu sebesar 5,25 persen hingga 5,50 persen..
The Fed sebelumnya menyatakan akan mempertimbangkan kembali pemotongan suku bunga untuk melihat dan menilai risiko inflasi yang akan terjadi di AS hingga bulan September 2024 mendatang.
Pidato dari Ketua Fed, Jerome Powell kembali memperjelas keputusan badan tersebut yang mana bank sentral akan memangkas suku bunganya dalam pertemuan September 2024. Diikuti dengan data risiko inflasi AS telah menurun dan keyakinan Federal Open Market Committee (FOMC) yang memperkirakan bahwa pertumbuhan harga akan kembali ke target 2 persen.***
Penulis: Anna Novita Rachim
Editor: Annisaa Rahmah