banner 728x250
News  

MK Tolak Gugatan Batas Usia Pencari Kerja karena Dinilai Bukan Diskriminasi

MK tolak gugatan batas usia pencari kerja. Foto: x.com/officialMKRI
MK tolak gugatan batas usia pencari kerja. Foto: x.com/officialMKRI
banner 120x600
banner 468x60

Tuturpedia.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi, yang mempersoalkan batasan usia pelamar dalam lowongan kerja. Hal ini berkaitan dengan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pemohon yang mempersoalkan batas usia pencari kerja ini merupakan warga Bekasi, bernama Leonardo Olefins Hamonangan. Gugatannya terdaftar di MK dengan permohonan Perkara Nomor 35/PUU-XXII/2024.

Menurut Pemohon, pasal yang diuji tersebut membuka celah diskriminasi karena pemberi kerja dapat memilih tenaga kerja berdasarkan kriteria yang tidak relevan dan diskriminatif seperti usia, jenis kelamin, atau etnis. Namun, MK menolak gugatan tersebut.

“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo bersama dengan delapan hakim konstitusi lainnya dalam sidang gugatan, di Gedung MK, Selasa (30/7/2024).

Menurut Hakim Konstitusi Arief Hidayat, hak asasi manusia baru dianggap sebagai diskriminasi apabila terjadi pembedaan yang didasarkan pada agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik. 

Sehingga bagi MK, batasan diskriminasi tersebut tidak terkait dengan batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan.

“Sehingga menurut Mahkamah tidak terkait dengan diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan,” kata Arief. 

Kendati demikian, MK beranggapan dalam penempatan tenaga kerja harus diatur sedemikian rupa. Hal ini demi menjamin hak-hak dan perlindungan bagi pekerja.

Dissenting Opinion Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah

Sidang gugatan soal batas usia pelamar ini juga melahirkan pendapat berbeda atau dissenting opinion dari Hakim M Guntur Hamzah.

Menurut Guntur, seharusnya MK dapat mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian, karena pasal yang diuji memang memiliki persoalan konstitusional.

Guntur menjelaskan norma pasal yang diuji menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pencari kerja, khususnya pada frasa “merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan”. 

Frasa itu, kata dia, bisa membuat pemberi kerja mempertimbangkan hal-hal subjektif, seperti mensyaratkan calon pekerja berpenampilan menarik, syarat usia, dan syarat fisik lainnya.

Namun, dari sisi keadilan, Guntur melihat norma aquo potensial yang disalahgunakan, sehingga membutuhkan penegasan karena sangat bias terkait larangan diskriminasi in casu dalam persyaratan pada lowongan pekerjaan.***

Penulis: Angghi Novita.

Editor: Annisaa Rahmah.