banner 728x250
News  

Edy Wuryanto: Harus Ada Sanksi Tegas bagi Pengusaha yang Tidak Mendaftarkan Pekerjanya di Jamsostek 

Edy Wuryanto, Anggota Komisi IX DPR RI. Foto: Dok. Lilik Yuliantoro
Edy Wuryanto, Anggota Komisi IX DPR RI. Foto: Dok. Lilik Yuliantoro
banner 120x600
banner 468x60

Jateng, Tuturpedia.com – Selasa (28/5/2024), anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto menyampaikan harus ada sanksi yang tegas bagi pengusaha atau pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsostek).

Menurutnya, data yang dipaparkan oleh Menteri Tenaga Kerja pada rapat dengan Komisi IX DPR RI, hanya 50 persen pekerja yang aktif BPJS Ketenagakerjaan.

Pada Februari tahun ini, jumlah penduduk bekerja berstatus buruh atau karyawan sebesar 53,04 juta orang. 

Sedangkan peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan pada Maret terdapat 26,64 juta orang. Yang memprihatinkan, baru 13,65 juta pekerja yang dapat perlindungan jaminan kehilangan pekerjaan. 

Melihat capaian ini, pihaknya pun mengaku prihatin. Terlebih, sebagian pekerja yang dilindungi jaminan sosial akan menimbulkan kerentanan. 

“Saya dorong pengawasan dan penegakan hukum kepada pemberi kerja dan pengusaha ditingkatkan,” ucapnya.

Maka dari itu, Politisi PDI Perjuangan (PDIP) ini mendesak agar segera ada perubahan.

Selain itu, langkah yang dilakukan pertama adalah koordinasi antara pengawas pemeriksa BPJS Ketenagakerjaan, pengawas ketenagakerjaan, serta aparat pemerintah yang menjalankan layanan publik.

Hal itu diperlukan untuk meningkatkan cakupan kepesertaan.

“Jika kepesertaan meningkat, yang untung adalah masyarakat atau si pekerja itu,” ungkapnya.

Lebih lanjut, dirinya juga memfokuskan pada pekerja di sektor mikro dan kecil. Serta mendorong agar ada pensiun dan jaminan hari tua untuk pekerjanya.

“Mereka ini perlu nabung sejak bekerja. Jaminan hari tua dan pensiun ini dapat membantu mereka agar tidak jatuh miskin,” tuturnya.

Sayangnya, aturan belum mendukung. Untuk itu, Legiselator dari Dapil Jawa Tengah III ini meminta agar Perpres Nomor 109/2014 direvisi. 

Pada PP Nomor 86 /2023, lanjutnya kembali, perlu juga diubah. Dalam aturan ini banyak melindungi hak pengusaha namun abai hak pekerja. Terutama terkait dengan sanksi. 

“Harus ada sanksi tegas bagi pemberi kerja yang bandel,” terangnya.

Sementara itu, ia menjelaskan kembali pada peserta bukan penerima upah (PBPU) atau pekerja mandiri, hanya 9 juta orang yang punya jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM). Jumlah ini hanya 10 dari total PBPU yang mencapai 84 juta orang.

“Padahal pada PP 86/2023 diatur sanksi yang tidak mengikuti JKK atau JKM akan mendapat sanksi tidak mendapat layanan publik,” tegasnya. 

Ia juga menambahkan bahwa maraknya transportasi online tidak diimbangi oleh jaminan sosial untuk mitra atau driver-nya. Menurut catatan Edy, hanya 200 ribu dari 1,5 juta pekerja kemitraan yang memiliki JKK dan JKM. 

“Mereka yang bekerja di lapangan rawan sekali mendapatkan kecelakaan kerja. Padahal Permenaker Nomor 5/2021 menyebut mereka harus punya JKK dan JKM yang iurannya dibayarkan penyedia jasa. Untuk itu pemerintah harus punya taring dalam membereskan masalah ini,” tandasnya.***

Kontributor Jawa Tengah: Lilik Yuliantoro.

Editor: Annisaa Rahmah.