Tuturpedia.com – Banyak yang akan tertawa atau terheran-heran ketika mendengar adanya kuliner bernama kupat jembut yang menjadi bagian dari tradisi Syawalan di Kota Semarang.
Padahal tradisi kupat jembut dari kata kupat yang berarti ketupat dalam bahasa Jawa nyata adanya dan telah dilakukan sejak 1950-an sebagai cara menjalin silaturahmi.
Tradisi juga dilakukan untuk menyambut datangnya Syawal, bulan setelah Ramadhan dalam Kalender Islam yang ditandai dengan hari raya Idul Fitri.
Kupat jembut sejatinya merupakan ketupat pada umumnya yang biasa dikonsumsi bersama opor saat Lebaran, yaitu olahan beras yang dikukus dalam anyaman janur (daun kelapa muda) yang berbentuk belah ketupat.
Bedanya setelah masak, ketupat dibelah dua dan diisi dengan bermacam sayur seperti kubis, tauge, dan parutan kelapa yang telah dibumbui.
Bentuk tauge yang menyembul dari ketupat lah yang membuat olahan ini memiliki nama yang unik karena dikaitkan dengan bentuk organ tubuh manusia.
Kupat kemudian direbutkan oleh warga seusai Salat Subuh. Agar menambah antusiasme peserta yang sebagian besar terdiri dari anak-anak bersama kupat kerap diselipkan uang kertas.
Meski khas Semarang, banyak warga asli kota yang tidak pernah mendengar atau melakukan kebiasaan ini. Alasannya tradisi kupat jembut terbatas dilakukan oleh warga di Kecamatan Pedurungan khususnya di Kampung Jaten Cilik, Kelurahan Pedurungan Tengah.
Dilansir dari laman Humas Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada Kamis (25/4/2024), kupat mulai dibuat setelah warga Jaten Cilik kembali dari pengungsian akibat perang kemerdekaan melawan Belanda yang berlangsung hingga 1949.
Di tengah kesulitan pasca perang, warga yang tetap ingin merasakan kemeriahan Idul Fitri kemudian menciptakan tradisi kupat jembut.***
Penulis: Fadillah Wiyoto
Editor: Nurul Huda