banner 728x250
Event  

Peringati Haul KH.Usman ke-68, Ponpes Assalam Cepu Adakan Bersholawat

Ponpes Assalam adakan bersholawat untuk peringati haul KH. Usman. Foto: Istimewa
Ponpes Assalam adakan bersholawat untuk peringati haul KH. Usman. Foto: Istimewa
banner 120x600
banner 468x60

Jateng, Tuturpedia.com – Dalam rangka memperingati haul KH.Usman ke-68, KH. Syadzily Usman ke-23, KH. Mahsun Usman ke-3 dan KH. Magfur Usman ke-6, keluarga besar Pondok Pesantren Assalam Cepu, Blora Jawa Tengah, adakan bersholawat.

Berdasarkan informasi yang dihimpun pada Minggu (24/12/2023), kegiatan sholawat tersebut diselenggarakan di halaman MI Assalam, jalan Diponegoro lorong 3 Cepu, dengan menghadirkan Habib Umar Muthohar (Semarang) serta Cak Rizky Makhsun Jazuli (Bojonegoro), pukul 19.30 WIB-selesai.

Cucu pendiri Pondok Pesantren Assalam Cepu KH. Usman, Anief Usman atau disapa akrab Gus Anief, saat dihubungi melalui sambungan telepon Whatsap, membenarkan hal tersebut.

Gus Anies, cucu pendiri Ponpes Assalam Cepu. Foto: Istimewa
Gus Anies, cucu pendiri Ponpes Assalam Cepu. Foto: Istimewa

“Iya benar, acaranya Assalam bersholawat tadi malam, Sabtu (23/12), pukul 19.30 WIB-selesai. Dalam rangka memperingati haul KH. Usman ke-68, KH. Syadzily Usman ke-23, KH. Mahsun Usman ke-3 dan KH. Magfur Usman ke-6,” ucapnya.

Ia juga berharap semua orang khususnya dari NU mampu meneladani amalan-amalan Sang Kiai baik dalam tata kenegaraan, kecintaan terhadap bangsa negara Kesatuan Republik Indonesia maupun hal-hal yang berkaitan dengan adab, tata krama serta keilmuan-keilmuan lainnya.

Sebagai informasi, KH. Usman Cepu merupakan tokoh kunci perkembangan agama, pendidikan hingga organisasi Islam di wilayah dengan sebutan penghasil minyak dan jati ini.

Bahkan, kiprahnya pada zaman kolonial Belanda hingga awal kemerdekaan masih terpatri di Pondok Pesantren (Ponpes) Assalam yang didirikan pada tahun 1917.

Lebih lanjut, Gus Anief juga menceritakan kembali kilas balik sejarah perjuangan seorang tokoh ulama kharismatik dengan sebutan “Gurunya Guru Kyai Cepu”. Dimana, KH. Usman mendapat restu dari mertua yakni, Kiai Hasyim Jalakan Padangan untuk berdakwah di Cepu. Dan, pada periode awal dakwahnya, Kiai Usman menggemakan majelis taklim yang diikuti masyarakat sekitar Gang III Cepu. 

Dari keinginan dilandasi dengan, tekad kuat untuk berdakwah, KH. usman berhasil mendirikan Ponpes Assalam. 

“Dahulu disebut sebagai Madrosatus Salam. Sebagai tempat menggembleng para santri untuk memperoleh ilmu agama Islam. Pondok ini menjadi tempat dakwah, ngaji, dan mengajar. Dilakukan secara rutin oleh kakek (Kiai Usman),” ungkapnya.

Bahkan, Pondok yang dahulu terbuat dari papan kayu dan geladak sebagai lantainya itu menjadi saksi bisu perjalanan KH. Usman menyiarkan ajaran Islam. Dan, dengan kecakapannya dalam metode menyampaikan dakwah, akhirnya diterima dengan baik oleh masyarakat.

’’Untuk saat ini, bangunan pondok sudah mengalami renovasi, dahulu geladak berlantai dua,” terangnya.

Tak hanya itu, KH. Usman juga mengubah tempat yang dulu digunakan sebagai tempat lokalisasi prostitusi menjadi tempat menimba ilmu agama Islam.

Kiprah KH. Usman di Cepu ini tercatat di koran Belanda diterbitkan De Locomotif pada 1934. Dalam surat kabar itu, mengabarkan NU telah menyusun rencana untuk menyelenggarakan Gerebek Maulid. Serta akan memberikan ceramah tentang kehidupan nabi di halaman masjid.

Serta, tercatat juga dalam koran De Locomotif berjudul De Islam Vereenigingen pada 1939, geliat kegiatan agama Islam di Cepu mulai mendapatkan tempatnya.

Kota mandiri Cepu yang di bawah kendali B.P.M mencoba memetakan wilayah dan mulai memperhatikan kegiatan keagamaan masyarakat Cepu.

Kemudian, pada saat Jepang hendak meninggalkan Indonesia, sempat memasrahkan aset migas kepada KH. Usman.

’’Saya pernah dapat cerita dari bapak, Mbah Usman dulu dipasrahi kelola migas di Cepu, kemudian diserahkan Mbah Usman kepada pemerintah Indonesia,” bebernya, sambil mengingat kembali cerita dari orang tuanya.

KH. Usman juga terkenal sebagai kiai organisatoris dan menjadi pelopor dalam gerakan ormas Islam, yakni sebagai pendiri NU cabang Cepu. Hal itu telah dikonfirmasi tokoh-tokoh PBNU dalam berbagai majelis. Hal itu juga diperkuat keterangan Kiai Mustofa Bisri (Gus Mus) Rembang.

Bahkan, KH. Usman disebut juga merupakan Ketua Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) di Cepu. Hal itu digali dari pengakuan para santri yang pernah menimba ilmu kepada Kiai Usman. Kiprahnya di organisasi cukup besar, hingga Kiai Usman disegani, baik lawan maupun kawan.

’’Gus Mus pernah ngendikan, bahwa Cepu merupakan cabang istimewa NU sebelum undang-undang keormasan,” tambahnya.***

Kontributor Jawa Tengah: Lilik Yuliantoro

Editor: Nurul Huda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses