Indeks

7 Kejanggalan Kasus Kopi Sianida dalam Film ‘Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso’ yang Ramai Jadi Perbincangan Warganet

Kejanggalan dalam kasus kopi sianida yang menghukum Jessica Wongso selama 20 tahun. FOTO: Instagram.com/netflixid
Kejanggalan dalam kasus kopi sianida yang menghukum Jessica Wongso selama 20 tahun. FOTO: Instagram.com/netflixid

Tuturpedia.com – Pada 2016 ada sebuah kasus yang menghebohkan, yakni kematian Wayan Mirna Salihin karena minum kopi. 

Kasus tersebut kini kembali ramai diperbincangkan usai film Netflix yang berjudul ‘Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso‘ tayang beberapa hari lalu. 

Film dokumenter tersebut memang mengungkapkan sisi lain dari kasus kopi sianida yang jarang diberitakan oleh media.

Akibatnya berbagai teori serta spekulasi bermunculan lantaran ada beberapa kejanggalan yang terlihat dalam penanganan kasus tersebut. 

Dikutip dari berbagai sumber pada Senin (9/10/2023) berikut 7 kejanggalan kasus kopi sianida yang diungkap dalam film ‘Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso’ yang berdurasi 86 menit.

1. Jasad Mirna tidak diotopsi secara menyeluruh 

Usai minum es kopi Vietnam yang dipesan oleh Jessica Wongso, Mirna Salihin mengalami kejang lalu meninggal dunia.

Setelah tiga hari, polisi baru mengambil sampel di lambung Mirna. Kandungan sianida yang ditemukan sebanyak 0/2 mg per liter.

Uniknya, kandungan sianida tidak ditemukan di hati dan empedu Mirna. Bahkan 70 menit setelah kematian, dalam lambung Mirna juga tak ditemukan kandungan sianida. 

Kasus ini menemui kejanggalan lantaran keluarga Mirna tidak melakukan otopsi secara menyeluruh.

Kejanggalan itu makin diperkuat karena dosis sianida yang ditemukan tersebut terlalu sedikit sangat jauh dari dosis mematikan.

Sianida dapat menyebabkan kematian jika dosisnya mencapai 50-176 mg. 

2. Ahli Patologi membantah Mirna meninggal karena sianida

Sementara itu saksi ahli patologi Gatot Susilo Lawrence justru membantah bahwa Mirna meninggal karena sianida.

Gatot juga menyayangkan sampel tiosianat yang tak diambil, karena sianida ternyata dapat dinetralisir oleh enzim rodanase dalam tubuh.

Kejanggalan makin mencuat lantaran wajah Mirna yang pertama kali ditemukan justru kebiruan.

Sedangkan seseorang yang keracunan sianida biasanya kulitnya akan berubah menjadi semerah ceri.

Namun, tak lama kemudian foto Mirna berwajah kemerahan muncul memenuhi linimasa. 

3. Kejiwaan Jessica

Jessica dinyatakan memiliki kepribadian dingin, tidak berperasaan, kejam dan licik oleh Jaksa.

Sedangkan saat sidang dilakukan saksi yang hadir menggunakan metode penilaian terhadap Jessica Wongso berdasarkan ekspresi.

Hal tersebut tidak dapat membuktikan dengan sah apakah seorang penjahat bersalah atau tidak.

4. Ahli Patologi Forensik dari Australia dilaporkan kena pelanggaran imigrasi

Saksi Jessica Wongso, Beng Beng Ong yang merupakan ahli patologi forensik dari Australia justru dilaporkan karena pelanggaran imigrasi hingga akhirnya dideportasi dan tak bisa masuk ke Indonesia selama 6 bulan. 

5. Motif Pembunuhan Jessica Wongso 

Meski sudah dinyatakan bersalah hingga dijatuhi hukuman, motif pembunuhan Jessica Wongso terhadap Mirna belum jelas sampai sekarang.

Jessica Wongso dinyatakan bersalah meski tanpa motif juga bukti yang konkret. 

6. Psikolog Forensik sempat diintimidasi 

Reza Indragiri selaku psikolog forensik mengaku sempat diintimidasi dan diberikan uang oleh pihak tertentu. 

7. Wawancara Jessica Wongso dihentikan 

Dalam film dokumenter tersebut, Jessica Wongso sempat diwawancara namun dihentikan begitu saja di tengah jalannya wawancara lantaran dinilai pernyataannya terlalu dalam.

Petugas juga mengatakan bahwa wawancara tersebut tidak berizin serta melanggar aturan.

Hal tersebut menimbulkan tanda tanya dari berbagai pihak karena selama ini para penjahat bahkan sekelas teroris sekalipun diberikan izin untuk diwawancarai. 

Itulah beberapa kejanggalan yang terjadi dalam kasus kopi sianida di film dokumenter Netflix ‘Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso’, bagaimana menurut kalian?***

Penulis: Niawati

Editor: Nurul Huda

Exit mobile version